Jumat, 17 Desember 2010

















DAFTAR ISI
Daftar isi..........................................................................................1
Pengantar ........................................................................................2
A.Model Pengelolaan rasa sakit..................................................... 2
B.Model Suchman...........................................................................3
C.Model Mechanic..........................................................................4
D.Model Anderson.........................................................................5
E.Model Keyakinan Sehat..............................................................6
F.Model Kurt Lewin.......................................................................7
G.Model Pengambil Keputusan......................................................8
Daftar Pustaka................................................................................11










Model-Model Perubahan Perilaku
Pengantar
Layanan kesehata tidak hanya bertujuan untuk memulihkan kualitas kesehatan individu. Lebih jauh dari itu, layanan kesehatan prima lebih menekankan pada usaha untuk melakukan tindakan layanan kesehatan yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap perilaku individu, sehingga perilaku individu tersebut mampu menunjukan sikap dan budaya hidup sehat.
Menurut sebagian psikolog, perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia dan dorongan itu merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Dengan adanya dorongan tersebut, menimbulkan seseorang melakukan sebuah tindakan atau perilaku khusus yang mengarah pada tujuan.
Sementara itu, para sosiolog melihatnya bahwa perilaku manusia tidak bisa dipisahkan dari konteks atau setting sosialnya. Untuk sekedar contoh, dorongan dalam diri manusia untuk makan bisa disebabkan karena adanya rasa lapar. Pada konteks aktualnya, usaha manusia untuk makan ini menunjukan cara dan pola yang berbeda, sesuai dengan situasi sosialnya masing-masing. Pada konteks itulah, maka dorongan dalam diri, dipengaruhi pula oleh setting sosial yang berkembang diseputar individu tersebut. Dengan demikian, perilaku manusia itu perlu dipahami dalam konteks yang lebih luas.

A.   Model Pengelolaan Rasa Sakit
Setiap oarng selalu ingin sehat dan tidak mau sakit, kendatipun tak ada seorang pun yang tidak pernah merasakan sakit. Sakit memang menjadi bagian hidup kita. Seiring hal ini, seorang pasien atau pesakit sesungguhnya yang paling banyak dikeluhkan itu adalah rasa sakit yang ada didalam dirinya.
Menurut Daldiyono (2007:16) tidak semua orang sakit memiliki penyakit. Ini adalah pemahaman yang perlu diketahui oleh setiap orang. Pemahaman ini akan memberikan bekal pada saat nanti bila sewaktu-waktu anda mengunjungi dokter. Suatu rasa sakit bukan merupakan penyakit bila tidak mengganggu aktivitas dan fungsi pokok. Misalnya makan, minum, buang air besar, buang air kecil, tidur dan aktifitas sehari-hari lainnya. Artinya bila buang air besar dan buang air kecil lancar, tidak perlu takut ada penyakit didalam usus. Pada sisi lain, suatu rasa sakit pun tidak dikatakan penyakit bila tidak mengganggu fungsi vital hidup, yaitu pernafasan dan kesadaran.

B.  Model Suchman
Yang terpenting dalam model suchman adalah menyangkut pola sosial dari perilaku sakit yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan menemukan peralata medi. Pendekatan yang digunakan berkisar pada 4 unsur yang merupakan faktor utama dalam perilaku sakit, yaitu: 1. Perilaku itu sendiri, 2. Sekuensinya, 3. Tempat atau ruang lingkup, dan 4. Variasi perilaku selama tahap-tahap perawatan medis.
Dari keempat unsur tersebut dapat dikembangkan 5 (lima) konsep dasar yang berguna dalam menganalisis perilaku sait, yaitu: 1. Mencari pertolongan medis dari berbagai sumber atau pemberi layanan, 2. Fragmentasi perawatan medis di saat orag menerima pelayanan dari berbagai unit, tetapi pada lokasi yang sama, 3. Menagguhkan (procastination) atau menangguhkan upaya mencari pertolongan meskipun gejala sudah dirasakan, 4. Melakukan pengobatan sendiri(self medication), 5. Membatalkan atau menghentikan pengobatan (discontinuty).
Menurut paradigma Suchman, setiap tahapan individu memiliki kesadaran terhadap diri, persepsi dan tindakan pengambilan keputusan tertentu yang berkaitan dengan kesehatan. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :
a.       Tahap pengenalan terhadap gejala penyakit.
b.      Tahap asumsi terhadap peranan sakit.
c.       Kontak dengan pelayanan kesehatan.
d.      Tahap menjadi pasien.
e.       Tahap penyembuhan atau rehabilitasi.

Sebagaimana yang ditunjukan dalam paparan diatas, dapat ditemukan bahwa perilaku individu berkembang dan berubah seiring dengan tahapan kesadaran dan proses pengambilan keputusan dirinya terhadap kualitaskesehatan yang dialaminya.


C.  Model Mechanic
Charles Abraham dan Eamon Shanley Mechanic (1978) telah megembangkan suatu model perilau pencarian bantuan yang mempertimbangkan konteks budaya dari penyakit dan model ini memiliki keuntungan dari penggabungan sejumlah komponen HBM (health believe model). Landasan pemikiran model Mechanic ini yaitu mengembangkan suatu model mengeai faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan cara orang melihat, menilai serta bertindak terhadap suatu gejala penyakit. teori ini menenkankan pada 2 (dua) faktor :
a.       Persepsi dan definisi oleh individu pada suatu situasi
b.      Kemampuan individu melawan keadaan yang berat
Faktor-faktor diatas, digunakan untuk menjelaskan mengapa seseorang dengan kondisi tertentu dapat mengatasi sebuah penyakit, sedangkan pada orang ain yang emiliki derajat sakit lebih ringan mengalami kesulitan dalam mengatasi penyakitnya.
Kemudian Mechanic menggunakan 10 variable yang menentkan perilaku kesehatan, yaitu : 1. Adanya tanda-tanda penyimpangan dan gejala penyakit yang dirasakan dan dikenal, 2. Seberapa jauh gejala-gejala penyakit yang dipandang serius oleh seseorang, 3. Seberapa jauh gejala-gejala penyakit dapat menimbulkan gangguan dalam kehidupan keluarga, pekerjaan, dan kegiatan-kegiatan sosial. 4. Frekuensi terjadinya tanda-tanda penyimpangan atau gejala penakit, 5. Batas toleransi dari orang yang menilai tanda menyimpang atau gejala penyakit tersebut. 6. Informasi yang tersedia, pengetahuan, kebudayaan, serta pandagan orang yang menilai, 7. Adanya kebutuhan pokok lain yang menimbulkan pengabaian atau penolakan terhadap gejala tersebut, 9. Adanya kompetensi terhadap berbagai kemungkinan interaksi yang tibul setelah gejala penyakit diketahui, 10. Sumber pengobatan yang tersedia serta biaya yang harus dikeluarkan.
Dari pencermatan ini, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud perilaku sakit adalah pola reaksi sosio-kultural yang dipelajari pada suatu saat ketika individu dihadapkan kepada gejala penyakit sehingga gejala-gejala itu akan dikenal, dinilai, ditimbang, dan kemudian dapat bereaksi atau tidak bergantung pada definisi atau situasi itu.



D.  Model Anderson
Anderson (1974) termasuk salah seorang yang mengembangkan model sistem kesehatan (health system model) yang berupa  model kepercayaan kesehatan. Kerangka asli model ini yaitu mengambarkan suatu sekuensi determinan individu terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga dan dinyatakan ahwa hal itu bergantung pada :
a.       Predisposisi keluarga untuk menggunakan jasa pelayanan kesehatan misalnya saja variabel demografi (umur, jumlah, status perkawinan), variabel strultur sosial(pendididkan, pekekrjaan, sku bangsa), kepercayan terhadap medis.
b.      Kemampuan untuk melaksanakannya, yang terdiri atas persepsi terhadap penyakit serta evaluasi klinis terhadap klinis.
c.       Kebutuhan terhadap jasa pelayanan. Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud didalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuan.

E. Model Keyakinan Sehat
Model ini berdasarkan pada penyelidikan pada sejumlah alasan mengapa masyarakat menerima perilaku yang disarankan, sedangkan yang lain  tidak. Pda awalnya, model ini diterapkan pada permasalahan respons masyarakat terhadap program preventif kesehatan. Model keyakinan sehat (health believe model) dikembangkan oleh Rosenstock.
Empat keyakinan utama yang diidentifikasikan dalam model ini yaitu : 1. Keyakinan tentang kerentanan kita terhadap keadaan sakit, 2. Keyakinan tentang keseriusan atau keganasan penyakit, 3. Keyakinan tentang kemungkinan biaya, 4. Keyakinan tentang efektifitas tindakan ini sehubungan dengan adanya kemungkinan tindakan alternatif.
Menurut Marshall H. Becker dan Lois A. Maiman (1995:50-52), model ini terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut :
a.       Kesiapan seseorang untuk melakukan suatu tindakan ditentukan  oleh pandangan orang itu terhadap bahaya penyakit tertentu dan pesepsi mereka teradap kemungkinan akibat (fisik dan sosial) bila terserang penyakit tersebut.
b.      Penilaian seseorang terhadap perilaku kesehatan tertentu, dipandang dari sudut kebaikan dan kemanfaatan (misalnya perkiraan subjektif mengenai kemungkinan manfaat dari suatu tindakan dalam mengurangi tingkat bahaya dan keparahan). Kemudian dibandingkan dengan persepsi terhadap pengorbanan (fisik, uang, dan lain-lain) yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan tindakan tersebut.
c.       Suatu “kunci” untuk melakukan tindakan kesehatan yang tepat harus ada, baik dari sumber interal (misalnya gejala penyakit) maupun eksternal (misalnya interaksi interpersonal, komunikasi massa).

F.   Model Kurt Lewin
Kurt Lewin (1970) berpandangan bahwa individu hidup dilingkungan masyarakat. Di dalam kehidupan ini individu akan bernilai, baik positif maupun negatif, disuatu daerah atau wilayah tertentu. Apabila seseorang keadaannya positif atau berada  pada daerah positif, maka berarti ia ditolak dari daerah negatif. Implikasinya didalam kesehatan adalah penyakit atau sakit adalah suatu daerah negatif sedangkan sehat adalah wilayah positif.
Apabila seseorang bertindak untk melawan atau mengatasi penyakit, ada 4 (empat) variabel yang terlibat di dalamnya, yaitu :
a.       Kerentanan yang dirasakan (perceived suspectibilliy). Suatu tindakan akan ditunjukan individu, bila dirinya atau keluarganya sudah menunjukan persepsi yang sama mengenai status gejala yang dirasakan dan dia mengkatagorikan bahwa dirinya  dan keluarga atau lingkungannya rentan terhadap satu penyakit.
b.      Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness). Persepsi mengenai kerentanan ini dipengaruhi pula oleh persepsi mengenai tingkat keparahan atau kesungguhan suatu penyakit. Penyakit HIV/AIDS merupakan contoh penyakit yang serius dan membutukan penanganan segera dibandingkan dengan sakit gigi.
c.       Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (perceived benefits and barriers). Usaha mencari dan mengatasi penyakit tersebut, diperkuat dengan adaya persepsi akan manfaat yang didapat dari usaha tersebut, sehingga individu mau untuk menghadapi rintangan-rintangan yang ada.
d.      Isyarat atau tada-tanda (clues). Tindakan individuakan lebih dirasakan tepat adanya, bila dia mendapat dukungan lain dari sisi eksternal, misalnya informasi dari media massa, keluarga, pesan dan nasihat orang lain, dan sebagainya.
Seiring dengan hal ini Lewin berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-keuatan pendorong (driving Forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (resistining forces), perilau itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang sehingga  ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang, yakni :
a.       Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat, hal ini terjadi bila  ada stimulus yang mendorong terjadinya perubahan. Misalnya saja motif ingin hidup sehat meningkat, maka dia akan berusaha untuk mencari tempat penyembuan.
b.      Kekuatan-kekuatan penahan menurun, hal ini terjadi  bla ada penurunan dari kekuatan-kekuatan penahan, sehingga terjadi usaha ke arah perubahan. Misalnya jarak ke lokasi layanan kesehatan berkurang, karena yang mestinya mengeluarkan biaya mahal sebaliknya menjadi lebih murah oleh karena ada orang yag mau meminjamkan kendaraan transportasi ke lokasi pelayanan.
c.       Kekuatan pendorong meningkat dan kekatan penahan menurun. Misalnya ada dukungan dan partisipasi dari anggota keluarga untuk segera berobat.
Dengan adanya ketiga faktor tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan perilaku.

G.  Model pengambil keputusan
Dalam model ini, ada beberapa kondisi sosial yang khas terjadi, yaitu : 1. Realitas sosial budaya adanya perbedaan pemahaman dan sikap antara pasien dan anggota keluarganya, 2. Perbedaan pemahaman dan siap pasien tersebut diwujudkan dalam bentuk persepsi atau respons terhadap penyakit (sakit), 3. Setiap di antar mereka memiliki akses informasi ke pihak lain mengenai persepsi penyakit dan kemudian, 4. Adanya komunikasi atau interaksi antara pasien dan orang lain , 5. Dari interaksi ini melahirkan dua kemungkinan akhir, yaitu masih tetapnya persepsi masing-masing terhadap penyakit (de-kolektivitas refleksi) dan kolektivitas persepsi, 7. Pada saat ada kolektivitas persepsi posisi si pasien ada dua kemungkinan, yaitu sebagai posisi aktif (memiliki inisiatif untuk bertindak dalam proses penyembuhan) atau pasif (pasrah terhadap sikap orang lain diluar dirinya) dan pada akhirnya, 8. Terjadilah sebuah tindakan yang menunjukan perilaku kesehatan dari seseorang.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa dorongan utama seseorang bersdia melakukan praktik pengobatan yaitu adanya need for health (n-helth). Tingginya dorongan untuk sehat yang ada dalam diri ini, menyebabkan dapat mengabaikan masalah hambatan ekonomi, sosial maupun yang lainnya.
Sebagai contoh, pada awal mulanya seorang pasien merasakan sendiri sakit yang dideritanya dan oang lain pun hanya mamp melihat mengenai apa yang terjadi pada pasien. Bagi pasien mungkin sakit yang dideritanya, dipersepsi tidak parah dan demikian pula di pihak orang alin. Oleh karena itu, di antara kedua belah pihak ini, belum ada interaksi atau komunikasi mengenai kondisi yag diderita pasien. Tahap ini disebut kondisi disintegrasi refleksi.
Seiring dengan perjalanan hidup, kemudian pasien mencurahkan pendapat atau ada orang lain yang bertanya mengenai keadaan pasien. Dalam komunikasi ini diperbincangkan antar jenis, tingkat kegawatan dan frekuensi hadirnya rasa sakit yag diderita pasien.
Ada dua kemungkinan dari hasil komunikasi dan atau interasi ini, yaitu terbentuknya persepsi yang sama mengenai status sakit pasien –misalnya dikategorikan sakit gawat yang membutuhkan perawatan-dan perpecahan persepsi sesuai dengan pemahamannya masing-masing. Pada kelompok pertama, terjadi kolektivitas refleksi, dan kelompok kedua yaitu de-kolektivitas refleksi, artinya  ada perbedaan penilaian mengenai status sakit pasien tersebut.
Khusus bagi kelompok yang memiliki pemahaman  yang sama terhadap status sakit si penderita, dia akan berusaha untuk mencari jasa pelayanan kesehatan. Pada konteks inilah perilau kesehatan terjadi.



















Daftar Pustaka
http://books.google.co.id/books?id=1N7yMcvYLhYC&pg=PA30-IA28&lpg=PA30-IA28&dq=model+perubahan+perilaku+sosiologi&source=bl&ots=fgTCwCJ8fr&sig=Broh-Z4_SNF0tFWK4eRJGn1RkmA&hl=id&ei=dZ79TJXoD4_jrAfjmqXyBw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=4&ved=0CC0Q6AEwAw#v=onepage&q=model%20perubahan%20perilaku%20sosiologi&f=false